
Bandung, 9 Februari 2008
"Cerita pendek Tragedi Berdarah konser
musik Beside"
Tepat jam 19.00 wib saya tiba di gedung
AACC di jalan Braga Bandung, tempat
dimana launching album perdana band
metal asal kota kembang Beside digelar.
Suasana diluar gedung sangat ramai
dipenuhi teman-teman dari komunitas yang
berkumpul untuk menyaksikan konser
tunggal dari band yang baru saja
meluncurkan album bertitel “Against
Ourselves” ini. Di depan gerbang gedung
yang berkapasitas 500 orang ini saya
melihat ratusan metalhead yang terus
mengantri berusaha masuk kedalam gedung,
terlihat juga beberapa orang aparat
keamanan yang sedang bersantai duduk
diatas motor yang diparkir di depan
gedung. Tidak lama kemudian dari luar
terdengar Beside sudah mulai menggeber
lagu pertama dari set list konser mereka
malam ini, tanpa banyak menunggu saya
langsung masuk melalui pintu samping
gedung yang dikhususkan untuk para
undangan dan teman-teman media.
Dari pinggir panggung saya melihat
hampir 800 metalhead memadati crowd yang
intens berpogo ria diiringi penampilan
Beside yang powerfull, setelah saya
perhatikan nampaknya pihak panitia telah
menjual jumlah tiket yang melebihi
kapasitas gedung. Sempat beberapa kali
saya melihat beberapa penonton yang
mabuk dan pingsan dehidrasi dikarenakan
kurangnya sirkulasi udara segar di dalam
gedung, tapi sangat disayangkan pihak
panitia tidak sigap menyediakan bantuan
yang maksimal seperti PMI atau tim
khusus untuk menangani kejadian seperti
ini, sehingga beberapa penonton yang
pingsan hanya dibiarkan tergeletak di
lorong samping panggung tanpa
pertolongan yang benar.

Memang udara didalam gedung sangat panas
dan pengap hingga dipertengahan konser
saya berjalan keluar melalui jalan
samping untuk membeli minuman dingin.
Dari depan pintu samping saya melihat
kerumunan penonton tanpa tiket yang
beramai-ramai berusaha merubuhkan
gerbang utama gedung AACC ini, namun
sayangnya para aparat yang berada di
sekitar gerbang tidak melakukan tindakan
antisipasi dan hanya berdiri merokok
menyaksikan kejadian tersebut. Sempat
saya mengingatkan salah seorang aparat
untuk segera bertindak tapi hanya sebuah
jawaban sederhana yang saya terima,
“Udah biarin aja ada panitia yang jaga,
kamu ga usah ikut-ikutan” tuturnya. Aneh
mendengarnya, seharusnya mereka lebih
sigap dan segera mengamankan kejadian
tersebut. Merasa tidak digubris saya
kembali masuk kedalam gedung dan memberi
tahu kondisi diluar gedung ke pihak
panitia yang berjaga didalam, akhirnya
beberapa panitia berlarian keluar untuk
ikut membantu.
Setelah pemutaran video klip “Holyman”
melalui big screen di kanan kiri
panggung para personil Beside terlihat
membagikan beberapa gelas bir kepada
penonton yang berada di barisan depan
panggung, tentunya suguhan ini dengan
gembira ditanggapi oleh para penonton
yang memang kehausan setelah terus
berpogo. Tak berselang lama Beside
kembali bersiap dan melanjutkan konser
mereka. Sekitar jam 20.30 konser yang
berjalan lancar ini berakhir, kerumunan
penonton yang mengantri untuk keluar pun
terlihat aman dan tertib. Didalam gedung
terdapat beberapa penonton yang
kelelahan dan beristirahat sambil
menunggu antrian yang cukup panjang. Dan
tragedi buruk ini pun dimulai, tidak
lama kemudian saya mendapat kabar bahwa
diluar ada dua orang penonton yang
meninggal karena kehabisan nafas.
Tiba-tiba seorang aparat tanpa seragam
naik ke atas panggung dan langsung
berteriak-teriak menyuruh semua penonton
yang ada didalam gedung untuk segera
keluar. Tanpa basa-basi pun beberapa
polisi lainnya ikut masuk kedalam dan
dengan kasar mengusir semua penonton
yang tersisa. Kembali saya coba
mengingatkan para aparat untuk tidak
bertindak kasar dan menerangkan bahwa
diluar antrian penonton masih panjang.
Namun sekali lagi omongan saya tidak
digubris dan mereka terus bertindak
seenaknya mendorong dan menendang para
penonton, dan akhirnya suasana antrian
menjadi tidak terkendali.
Beberapa penonton dibagian belakang
terus mendorong kedepan karena takut
terkena pukulan para aparat yang terus
memaksa keluar, sangat jelas terlihat
bertambahnya korban yang pingsan karena
terinjak-injak antrian yang terus
menumpuk. Dalam kondisi panik saya
berusaha membantu seorang penonton yang
tergeletak pingsan didepan gedung dan
membopongnya untuk dibawa kedalam mobil
salah satu panitia. Tiba-tiba salah
seorang teman saya yang juga ikut
membantu korban dipukul wajahnya oleh
seorang oknum aparat tanpa alasan yang
jelas, dengan sigap saya berusaha
melerai mereka. Dan sekali lagi sikap
angkuh dan sok jagoan dari seorang oknum
aparat pun dipertontonkan, dengan sikap
yang kampungan hampir 20 orang aparat
langsung menyerang saya dan mengeroyok
membabi buta seperti segerombolan preman
yang haus berkelahi.
Akhirnya suasana kembali tidak
terkendali dan kerusuhan pun terjadi,
beberapa teman yang ikut melawan dan
melindungi saya pun ikut terkena pukulan
dan tendangan dari oknum-oknum aparat
yang terus bertambah sehingga kami semua
berpencaran berlari jauh untuk
menghindar. Dari kejauhan saya melihat
beberapa korban yang pingsan didepan
gedung diusir dengan kasar oleh beberapa
aparat, dan mereka pun langsung memasang
Police Line agar tidak ada lagi penonton
yang masuk kedalam gedung. Tak lama
kemudian saya mendapat kabar bahwa
beberapa teman saya dibawa ke
Polwiltabes Bandung sebagai saksi untuk
dimintai keterangan perihal kejadian
tersebut, dan saya pun langsung menuju
kesana untuk mencari tahu kepastian
beritanya.
Sesampai di kantor polisi saya melihat
beberapa panitia yang berkumpul sambil
menunggu giliran untuk di interogasi.
Saya mencoba menghampiri dan bertanya
kepada mereka tentang berita terakhir
korban tragedi tersebut dan ternyata
jumlah korban yang meninggal sudah
mencapai 10 orang yang tersebar di 2
Rumah Sakit. Beberapa korban yang tidak
tertolong meninggal di RS Bungsu dan RS
Hasan Sadikin Bandung, dan menurut
panitia yang ikut mengantar ke rumah
sakit bercerita setibanya di rumah sakit
hampir sebagian besar korban tidak
dilayani dan hanya dibiarkan saja oleh
pihak rumah sakit hingga akhirnya mereka
meninggal dunia. Mungkin hal ini terjadi
dikarenakan pihak rumah sakit takut akan
tidak selesainya urusan admistrasi dari
masing-masing korban. Sungguh kondisi
yang sangat mengecewakan dan menyesakan
dada, namun apa daya semuanya sudah
terlewati dan kami sudah tidak bisa
membantu lebih banyak lagi.
Dunia musik Indonesia kembali berduka,
sebuah konser musik yang menelan korban
jiwa kembali terjadi. Lalu siapa yang
bisa disalahkan? Apakah buruknya
persiapan antisipasi panitia yang nakal
dengan menjual tiket diluar kapasitas
gedung? Apakah juga bobroknya sikap
aparat sebagai pihak yang seharusnya
mengatur keamanan di lokasi konser? Atau
terlalu banyaknya teman-teman kita yang
terlalu mabuk ketika menonton konser?
Lalu bagaimana dengan parahnya pelayanan
di rumah sakit yang terkesan acuh untuk
menangani korban? Saya rasa semua itu
bisa menjadi penyebabnya, dan kita hanya
bisa menyesalinya. Tentunya setelah
tragedi ini rasa pesimis teman-teman di
komunitas akan sulitnya izin untuk bisa
menyelenggarakan konser-konser akan
semakin bertambah.
Dengan adanya tulisan pendek ini
mudah-mudahan berita miring di media
yang terkesan memojokan teman-teman
komunitas atas tragedi ini dapat sedikit
diluruskan, dan kejadian ini dapat
dijadikan contoh kasus yang perlu
diteladani dan disikapi dengan benar
oleh semua pihak yang berkaitan dengan
pelaksanaan sebuah konser musik. Tulisan
ini hanya sebuah pandangan dan opini
seorang musisi, teman, dan penikmat
musik yang sangat mengharapkan suasana
yang kondusif dari sebuah konser. Dari
lubuk hati yang paling dalam saya
mewakili komunitas musik sejagad
Indonesia turut merasakan prihatin dan
belasungkawa yang sedalam-dalamnya atas
tragedi ini. Semoga teman-teman kami
yang telah pergi dapat beristirahat
dengan tenang dan segala kebaikannya
diterima disisi Allah SWT, Amien…
Live hard, die hard… Rest In Peace
Brothers, we’re gonna miss u…
MEGABENZ
(eben-BURGERKILL)