
BANDUNG - Gelanggang Olahraga Saparua, Bandung, ternyata memiliki nilai historis cukup banyak dengan komunitas underground Kota Bandung. Gelanggang tersebut kerap dijadikan tempat pertunjukan oleh pengikut musik ekstrim tersebut.
"Dulu mereka sering manggung di sini, sekitar dua pekan sekali. Namun pada tahun 2000 kami tidak lagi memberi izin, karena setiap mereka habis konser selalu meninggalkan kerusakan," ujar pengelola GOR Saparua, Eman (54), saat ditemui wartawan di kantornya, Senin (11/2/2008).
Komunitas underground dinilai Eman sebagai kelompok musik yang berbeda dengan aliran lainnya. Sebab, pria yang sudah menjaga GOR selama 34 tahun ini kerap menemui kejadian yang aneh.
"Setiap habis konser, pasti banyak botol miras dan bangkai kelinci. Saya kurang tahu apa yang mereka lakukan dengan kelinci itu. Bahkan mereka juga suka berbuat amoral di hadapan umum, karena mereka berpendapat, sebelum menikah wanita itu milik bersama." ungkap pria yang tinggal di samping GOR tersebut.
Kejadian maut yang terjadi di AACC pada akhir pekan kemarin dinilai Eman sebagai hal yang biasa. Karena sikap brutal para pengikut underground sudah sering dilihatnya.
"Setiap konser dulu, pasti ada saja yang menjadi korban. Itu yang membuat kami tidak memberi izin. Toh kalau diberi izin selalu melebihi waktu yang diberikan. Kalau ditegur malah marah, jadi saya bingung. Polisi saja mereka lawan apalagi saya. Namanya juga orang sedang begitu," ucap Eman.
Saat ini, GOR Saparua tidak lagi menjadi tempat konser musik aliran keras. Pasalnya, selain pengelola sudah enggan memberikan izin, kondisi GOR yang luasnya 50x6 meter ini juga nampak sudah tidak layak lagi karena kondisi yang sudah rapuh. (jri)
dikutip dari news.okezone.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar